it developed because now that they live near a river they can water there crops and have food and water hoped it helped!
Taking into account the natural dynamics of the Tigris and Euphrates Rivers and the climatic conditions of Mesopotamia, what made agriculture possible was the creation of different irrigation systems. A channel system was established that allowed water to be taken to the cultivation sites. The largest canals came out of the rivers, and smaller canals and ditches were also built to drive water for irrigation. The construction and maintenance of these channels was achieved thanks to a high social and political organization. ;
Farming in ancient Mesopotamia developed between the Tigris and Euphrates Rivers due to their abundant freshwater and fertile soil, alongside innovations in irrigation systems. Community cooperation for irrigation management fostered social organization and population growth, resulting in the rise of early civilizations. The rivers also facilitated trade, enhancing the region's agricultural success and urban development.
;
Jawaban:Hukum air musta’mal menurut pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’iyah adalah: air musta’mal itu suci tetapi tidak mensucikan. Artinya, air tersebut tetap suci namun tidak boleh digunakan lagi untuk mengangkat hadats atau menghilangkan najis.Pendapat ini merupakan pendapat mu’tamad (yang kuat) dalam madzhab Syafi’i, sebagaimana disebutkan dalam kitab:• Nihayatul Muhtaj Juz 1 hal. 39• Tuhfah al-Muhtaj Juz 1 hal. 48• I’anah at-Thalibin Juz 1 hal. 28Namun demikian, ada sebagian ulama dalam madzhab Syafi’i yang berpendapat bahwa air musta’mal tetap suci dan mensucikan, sehingga boleh digunakan kembali untuk berwudhu atau menghilangkan najis, selama sifat-sifat air tidak berubah dan tidak terkena najis.Ulama yang membolehkan penggunaan air musta’mal untuk mengangkat hadats atau menghilangkan najis antara lain:1. Imam Al-Ghazali2. Imam Ar-Ruyani3. Imam Al-Haramain Al-Juwaini4. Imam Al-Mawardi5. Imam An-Nawawi (dalam sebagian pendapat)Referensi kitab yang menyebut pendapat ini antara lain:• Al-Wasith karya Imam Al-Ghazali• Al-Bayan karya Imam Ar-Ruyani• Al-Hawi al-Kabir karya Imam Al-Mawardi• Raudhatut Thalibin karya Imam An-Nawawi• Tuhfah al-Muhtaj karya Ibnu Hajar Al-Haitami (dalam menjelaskan adanya khilaf)Kesimpulannya, pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i menyatakan air musta’mal tidak dapat digunakan untuk bersuci. Namun, terdapat pendapat lain dari sebagian ulama Syafi’iyah yang membolehkannya dengan syarat tertentu.
Jawaban:Penjelasan:Pendapat terkuat dalam madzhab Syafi'i adalah air musta'mal (air yang telah digunakan untuk bersuci) suci tetapi tidak menyucikan, sehingga tidak bisa digunakan untuk mengangkat hadats (seperti wudhu atau mandi wajib) atau menghilangkan najis. Meskipun demikian, ada pendapat lain dalam madzhab Syafi'i yang memperbolehkan mengangkat hadats atau menghilangkan najis dengan air musta'mal jika volume air tersebut mencapai dua kulah (sekitar 192-216 liter). Penjelasan Lebih Detail:Air Musta'mal:Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats (wudhu, mandi wajib) atau menghilangkan najis. Pendapat Terkuat (Qaulus Shahih):Pendapat terkuat dalam madzhab Syafi'i adalah air musta'mal suci tetapi tidak menyucikan. Ini berarti air tersebut tidak bisa digunakan untuk menghilangkan hadats atau najis lagi. Pendapat yang Memperbolehkan:Ada pendapat lain dalam madzhab Syafi'i yang memperbolehkan penggunaan air musta'mal untuk bersuci jika volumenya mencapai dua kulah. Pendapat ini didasarkan pada hadits tentang air yang tidak dinajiskan kecuali jika berubah sifatnya. Ulama yang Memperbolehkan (Dua Qullah):Salah satu ulama yang memperbolehkan penggunaan air musta'mal dengan volume dua kulah adalah Imam Syafi'i sendiri. Referensi Kitab:Beberapa kitab yang membahas masalah ini antara lain:Raudhatut Thalibin: karya Imam An-Nawawi. I'anah at-Thalibin: karya Abu Bakar Usman bin Muhammad. Syarah Kasifatus Saja ala Safinatun Naja: karya Muhammad ibn Umar Nawawi al-Jawi. Penjelasan Tambahan:Pendapat yang memperbolehkan penggunaan air musta'mal dua kulah ini juga disebutkan dalam kitab Bulughul Maram. Perbedaan pendapat ini muncul karena adanya perbedaan interpretasi terhadap dalil-dalil tentang air dan najis. Kesimpulan:Meskipun pendapat terkuat dalam madzhab Syafi'i adalah air musta'mal tidak menyucikan, ada pendapat lain yang memperbolehkan penggunaannya jika volumenya mencapai dua kulah, dan pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama Syafi'i.